Sabtu, 16 Juli 2011

Substansi RUU Fakir Miskin tidak Jelas


JUMAT, 15/07/2011 - 14:17
YOGYAKARTA,(PRLM).-Kalangan akademisi membedah Rancangan Undang-undang (RUU) Fakir Miskin dalam pertemuan antara anggota Komisi VIII DPR dengan akademisi di Universitas Gadjah Mada (UGM) YOgyakarta, Jumat (15/7). Hasil pembahasan akademik dimaksud menyimpulkan substansi RUU tidak jelas, terutama menyangkut tanggungjawab negara terhadap orang miskin.

Para akademisi mengkritisi secara keras, RUU tidak mencantumkan klausul khusus bahwa pembinaan dan pengentasan kemiskinan sepenuhnya tanggungjawab negara bukan pihak lain.

“Dalam RUU Fakir Miskin layanan yang harus dilakukan pemerintah untuk mengatasi fakir miskin tidak jelas. Pengaturan soal tanggungjawab negara terkesan hanya bersifat parsial dan tujuannya hanya distribusi anggaran,” kata Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (Pustek) UGM, Awan Santosa, S.E., M.Sc.

Usai mengikuti pembahasan RUU tersebut, dia menyatakan persoalan mendasar lainnya tidak ada pedoman tegas semacam sanksi atau konsekuensi atas kelalaian negara tidak melaksanakan tanggungjawab dalam menangani fakir miskin.

Menurut dia konsep RUU sangat minimalis dan cenderung memarginalisasi persoalan. Hal-hal yang harus diatur sangat parsial, tidak sampai pada persoalan substansial bagaimana dan apa kemiskinan serta solusi yang menjadi tanggungjawab negara.

"Kami menyampaikan saran kepada Komisi VIII DPR supaya mereka merombak ulang konsep RUU tersebut supaya hal-hal yang diatur dalam undang-undang mencakup substansi," kata dia.

Jika DPR memaksakan untuk mengesahkan RUU yang tidak memenuhi syarat, menurut dia, produk undang-undangnya tidak berguna dan akhirnya sia-sia, hanya menghabiskan energi dan biaya selama pembahasan.

"Kita sampaikan juga, andaikata RUU itu sampai diundangkan dan isinya seperti dalam rancangan yang disosialisaikan, kita akan mengajukan peninjuan ulang atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi," ujar dia.

Wakil Ketua Komisis VIII Dra. Chairun Nisa, MA menyatakan kelemahan mendasar dalam konsep RUU Fakir Miskin di antaranya menyangkut parameter miskin. Tidak ada standar yang disepakati dalam kontes akademik maupun pemerintah. Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik juga berbeda dalam menentukan tolok ukur miskin.

Menurut dia kritik dari kalangan akademisi jadi wajar karena konsep dasar tentang determinasi miskin saja tidak ada. "Kita akan merangkum berbagai masukan kalangan akademisi untuk menyempurnakan RUU tersebut," kata dia. (A-84/kur)***

NASIONAL PIKIRAN RAKYAT ONLINE

Tidak ada komentar:

Posting Komentar