Sabtu, 14 Maret 2009

Butuh Anggaran Gede


Sabtu, 14 Maret 2009
Menelisik Problema Banjir Tahunan di Gresik

Persoalan banjir sejatinya tidak hanya bisa sekedar menyalahkan pemerintah saja. Karena, problem yang melingkupi banjir cukup beragam dan sangat komplek. Begitu juga kawasan di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) seperti Kabupaten Gresik.

Hampir saban tahun sebagian wilayah Kabupaten Gresik yang berada di kawasan DAS memang tak luput dari banjir. Masyarakat daerah itu menganggap banjir sebagai bencana �langganan� tahunan.

Meski kerap terjadi, Pemkab Gresik, termasuk juga kabupaten lain yang setiap tahun juga �kebagian� banjir, sampai sejauh ini belum juga berhasil mengatasi penyebab banjir di di Kota Santri-sebutan lain Gresik.

Berdasar catatan Satkorlak PBA setemapt, banjir tahun ini akibat tak kunjung selesainya pembangunan tanggul. Seperti yang terjadi di enam kecamatan dari 18 kecamatan di Gresik yang terendam banjir yakni, Benjeng, Bungah, Dukun, Balongpanggang, Cerme, dan Driyorejo.

Banjir di Kecamatan Benjeng akibat sedimentasi Kali Lamong, dan rapuhnya tanggul, sehingga sungai tidak mampu menampung air kiriman dari Mojokerto dan Jombang.

Akibatnya, banjir merendam 14 desa, 554 hektare tambak dan sawah, 1.612 rumah, 11 SD/MI, 20 kilometer jalan kabupaten, dan jalan poros desa.

Di Kecamatan Bungah, jebolnya tanggul Kalingaren di Desa Singolegowo, menyebabkan banjir merendam 229 rumah di 13 desa, 219 ha areal pertanian, dan 166 ha tambak bandeng dan udang.

Banjir di Kecamatan Dukun akibat adanya sungai yang belum ditanggul sepanjang 26,765 kilometer. Hingga 33 rumah di enam desa terendam banjir, 33 ha sawah, tambak 115 ha dan 670 meter jalan. Kritisnya tanggul menyebabkan 12 desa di Kecamatan Cerme teredam banjir. Air menggenangi 69 rumah, 554 ha areal pertanian, serta 20 kilometer jalan rusak akibat tergerus banjir.

Di Kecamatan Balongpanggang, banjir merendam 385 rumah di lima desa, 2.850 ha areal pertanian, tujuh SD/MI, jalan desa 260 meter. Belum adanya tanggul dari Jembatan Bulang sampai batas wilayah Kabupaten Lamongan menjadi pemicu meluapnya Kali Lamong.

Banjir tahun ini juga melanda Kecamatan Driyorejo yang sebelumnya tidak pernah terjamah banjir. Akibat luapan Kali Surabaya, 2.512 rumah di lima desa terendam. Banjir juga merendam 12 ha areal pertanian.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum Gresik, Tugas Husni Syarwanto, mengaku belum mempunyai program ke depan untuk mengantisipasi banjir di beberapa kecamatan di Gresik.

�Seperti di Kecamatan Driyorejo yang diprediksi akibat banyaknya bangunan yang berdiri di bahu kali, sehingga menyebabkan aliran air tersumbat, pendangkalan sungai, dan luapan debit air yang melebihi kapasitas daya tampung sungai,� jelas Tugas.

Selama ini, pihaknya telah menindak tegas dengan tidak memberikan izin mendirikan bangunan (IMB) yang tidak berkaitan dengan kepentingan pengairan.
Kenyataannya, penduduk tetap tak menggubris aturan tersebut, sehingga saluran air pun menjadi tersumbat. Hingga saat ini Dinas PU juga belum mempunyai rencana untuk merelokasi warga. Diduga, ada ratusan rumah warga di tanah pengairan, semuanya tidak berizin.

Mengenai banjir di lima kecamatan lainnya, diakui karena lambannya pembangunan tanggul oleh tim pelaksana pembangunan tanggul Bengawan Solo.
Pemkab Gresik memang telah merehabilitasi prasarana dan sarana yang rusak akibat banjir yang terjadi pada tahun 2008, baik perbaikan tanggul yang jebol maupun jalan.

Tapi untuk pembangunan tanggul di sepanjang aliran Kali Lamong, pelaksana proyek penggarapan sepenuhnya dilakukan tim pelaksana pembangunan Bengawan Solo.

Tarik ulurnya proses pembebasan lahan menjadi salah satu faktor lambanya pembangunan tanggul dan waduk Sembayat. Di Kecamatan Bungah, misalnya, pemkab telah berupaya mengatasi banjir dengan merelokasi 70 rumah warga yang hidup di bantaran Bengawan solo, dengan pembuatan tanggul sepanjang dua kilometer dari Desa Karangpoh hingga Nongkokerep, namun sampai saat ini, belum ada kesepakatan soal harga ganti rugi.

�Warga menghargai untuk sawah Rp 36.000 per meter persegi, sedangkan pekarangan Rp78.000 per meter persegi. Sementara tim pembebasan lahan menawarkan harga Rp35.000 per meter persegi,� papar Camat Bungah, Darmawan.
Masalah pembebasan lahan juga menjadikan pembangunan waduk Sembayat seluas 90 ha di Kecamatan Bungah, sampai kini juga belum tuntas.

Padahal, pembuatan waduk itu telah dirancang sejak 20 tahun silam. Pembuatan waduk tersebut dimaksudkan untuk mengatasi banjir tahunan di beberapa kecamatan yang rawan banjir, dan penyediaan air bersih.

Kepala Bagian Humas Gresik, Hari Syawaludin, mengatakan pembangunan waduk Sembayat itu merupakan proyek nasional. Mulai dari anggaran, sampai pengelolaan kapasitas Pemerintah Pusat.

Terkait perbaikan tanggul, ia menilai hal itu kewenangan tim proyek Bengawan Solo, sedangkan Pemkab Gresik hanya sebatas membantu membenahi tanggul, tapi tidak bersifat permanen, seperti memperbaiki dengan menggunakan tanah atau pasir dalam karung. (dik,sa,an)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar